SUMBA: Tradisi Pahapa, Takkan Lekang oleh Waktu
Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki ratusan
pulau, salah satunya adalah Pulau Sumba yang terbagi menjadi empat kabupaten, yaitu Sumba Timur, Sumba
Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya. Kondisi topografi pulau Sumba berbukit-bukit
dan ngarai.
Sumba memiliki keanekaragaman bahasa, budaya, adat
dan tradisi. Salah satu tradisi yang dikenal dengan makan sirih-pinang (pahapa). Setiap ada pengunjung atau tamu yang datang, tuan rumah akan menyambutnya
dengan ramah dan menawarkan sirih-pinang. Ini adalah tradisi dari orang Sumba pada umumnya yang bersifat
turun-temurun.
Pahapa, yang terdiri dari sirih,
pinang dan kapur merupakan cemilan bagi masyarakat Sumba ketika bersantai, bercakap-cakap. Kapan dan di mana pun mereka bersantai
sirih-pinanglah yang selalu menemani. Contohnya, di Makamenggit, salah satu desa di kecamatan Nggaha Ori Angu,
Sumba Timur. Ketika warga sedang
mempersiapkan acara adat, yang menjadi persoalan pertama adalah pahapa. Setelah itu baru memikirkan pokok pembicaraan lainnya.
Salah satu keunikan dari makan sirih-pinang, yaitu bisa membuat bibir dan lidah kita berwarna merah. Ada
banyak masyarakat Sumba yang makan sirih-pinang bukan sekedar membuat bibir
mereka berwarna merah tetapi untuk membuat mulut mereka berkunyah terus. Bahkan ada juga sebagian masyarakat yang
mengatakan, “yang penting ada pahapa, makan nasi itu kemudian”. Ada lagi ada
yang mengatakan, “seharian tidak makan sirih-pinang, mulut terasa hampa.” Begitulah kata mereka
ketika ditanyakan tentang pahapa.
Kini pahapa sudah menjadi bagian dari makanan pokok
bagi masyarakat Sumba. Belum ada alasan yang kuat kenapa mereka suka makan sirih-pinang. Tetapi yang pasti, pahapa sudah menjadi tradisi bagi
masyarakat Sumba dan menjadi warisan dari nenek moyang yang bersifat turun-temurun
dan tidak akan pernah hilang.